Senin, 07 Maret 2016

Tulisan1_Hukum Adat Suku Sasak



A.     Hukum Adat Suku Sasak

          Dalam penulisan kali ini akan dibahas mengenai “Hukum Adat Suku Sasak”. Sebelum dibahas lebih lanjut mengenai “Hukum Adat Suku Sasak”, perlu dipahami terlebih dahulu apa sih hukum adat itu? Banyak sekali pendapat para ahli mengenai Hukum Adat, Menurut Ter Haar, Hukum Adat adalah seluruh peraturan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan dengan penuh wibawa yang dalam pelaksanaannya "diterapkan begitu saja", artinya tanpa adanya keseluruhan peraturan yang dalam kelahirannya dinyatakan mengikat sama sekali.
         Menurut Soekanto, Pengertian Hukum Adat ialah keseluruhan adat (yang tidak tertulis) dan hidup di dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum.
         Hazairin mengemukakan Pengertian Hukum Adat, Hukum Adat merupakan kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu yang dibuktikan dengan kepatuhannya terhadap kaidah-kaidah tersebut.
Pengertian Hukum Adat menurut pendapat Van Vollenhoven, Hukum Adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku yang positif, yang dimana di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karenanya itu disebut hukum) dan di pihak yang lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karenanya itu disebut adat).
        Menurut Supomo, Pengertian Hukum Adat ialah hukum yang mengatur tingkah laku individu atau manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik itu keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang hidup di dalam masyarakat adat karena dianut dan dipertahankannya oleh anggota-anggota masyarakat itu, juga keseluruhan peraturan-peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat. Mereka yang mempunyai kewibawaan dan kekuasaan, memiliki kewenangan dalam memberi keputusan terhadap masyarakat adat itu, yaitu dalam keputusan lurah, pembantu lurah, wali tanah, penghulu, kepala adat dan hakim. Suroyo Wignjodipuro mengemukakan pengertian hukum adat, Hukum Adat merupakan suatu kompleks dari norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang terus berkembang serta meliputi peraturan tingkat laku individu atau manusia dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis dan memiliki akibat hukum (sanksi) bagi pelanggarnya.
         Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum adat ialah peraturan yang bersifat tidak tertulis mengenai kebiasan dan kesusilaan yang ada dimasyarakat. Selanjutnya akan membahas lebih dalam tentang “Hukum Adat Suku Sasak”.
       Suku Sasak adalah suku yang mendiami Pulau Lombok yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau ini terletak di sebelah timur Pulau Bali yang dipisahkan oleh Selat Lombok dan di sebelah Barat Pulau Sumbawa yang dipisahkan oleh Selat Atas. Pulau Lombok memiliki luas wilayah sekitar 5435 km2 dengan pulau terbesar ke 108 di dunia, terdiri dari 5 kota dan kabupaten yakni Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Utara. Penduduk yang mendiami Pulau Lombok kurang lebih sekitar 3 juta jiwa yang 80% nya merupakan penduduk asli pulau lombok yaitu Suku Sasak. Di Pulau Lombok, Suku Sasak dikenal sebagi etnis terbesar yang mendiami Pulau tersebut yang merupakan etnis asli yang sudah mendiami Pulau Lombok selama berabad-abad. Berdasarkan runtun sejarah yang ada, Suku Sasak bisa saja diidentifikasi merupakan alkultrasi dari beberapa kebudayaan yaitu pengaru Islam, Hindu, Budaya Jawa dan Bali. Walaupun demikian, kebudayaan Suku Sasak memiliki corak kebudayaan asli yang mapan dan berbeda dari budaya suku-suku lain.
         Ada banyak sumber yang menjelaskan mengenai arti daran nama Suku Sasak. Nama Suku Sasak sendiri berasal dari kata sak-sak (dalam bahasa sasak) yang memiliki arti sampan. Mengapa demikian? Karena nenek moyang orang Lombok dahulu menggunakan sampan untuk mengitari Pulau Lombok dari arah Barat menuju ke arah Timur atau sekarang dikenal dengan Pelabuhan Lombok. Sedangkan berdasarkan sumber lain mengatakan bahwa makna kata sasak dari aspek filosofisnya adalah kitab Negara Kertagama yang merupakan kitab yang memuat catatan kekuasaan Kerajaan Majapahit yang digubah oleh Mpu Prapanca yang menyebutkan bahwa kata sasak berasal dari tradisi lisan masyarakat setempat yaitu Lombok Sasak Mirah Adi.           Dalam tradisi lisan masyarakat setempat kata sasak berasal dari kata sa-saq yang berarti satu atau kenyataan dan lombok berasal dari kata lomboq (bahasa kawi) yang berarti lurus atau jujur sedangkan  mirah berarti permata dan adi artinya baik atau yang baik. Maka lombok mirah sasak adi  berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama.
        Dalam sistem kekeluargaan Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dikenal istilah Sekurenan atau  Kurenan dan Sorohan. Sekurenan berarti keluarga inti mereka yang terdiri dari bapak, seorang atau lebih ibu dengan beberapa anak. Adapun Sorohan adalah istilah dari orang Sasak untuk menyebut keluarga luas mereka. Menurut Suku Sasak, keluarga akan lahir bilamana terjadi perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, baik dari hubungan keluarga (misan) ataupun dari pihak yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan. Perkawinan yang sesuai dengan adat Sasak dianggap sah dan sebaliknya. Dalam aturan adat Sasak sehubungan dengan perkawinan, apabila keluarga tersebut bubar karena perceraian misalnya, maka anak-anak keduanya jika sudah besar akan ikut bapaknya. Dan sebaliknya, jika masih menyusui akan ikut ibunya, namun jika sudah besar akan kembali ikut Bapaknya. Selama dalam proses menyusui bersama ibunya, maka sang bapak wajib memberikan nafkahnya.
          Adat sasak juga mengatur, bahwa jika sang isteri meninggal semeblum keluarga tersebut bubar, maka biasanya jenazahnya dimakamkan di kampung tempat tinggal suaminya. Pihak keluarga sang isteri biasanya tidak akan meminta jenazah tersebut untuk dimakamkan di kampung aslinya karena masih terkait dalam satu keluarga (artinya masih hak suaminya).

Pengaruh Sosial Suku Sasak

          Konsep keluarga dan kekerabatan Suku Sasak yang berdasar pada Sekurenan (keluarga inti) dan Sorohan (keluarga luas), memiliki pengaruh-pengaruh tertentu dalam kehidupan sosial Suku Sasak. Pengaruh-pengaruh sosial tersebut antara lain:
     a)  Pengaruh terhadap aturan sopan santun dalam memanggil anggota keluarga. Seorang anak yang berkata kasar kepada orangtuanya, disebut dengan bangga (dibaca benggek, huruf E dibaca e seperti ide) dan anak tersebut dipercaya akan mendapat tular manuh (bencana) berupa kecelakaan, kegagalan usaha, kesulitan pendidikan dan pekerjaan. Beberapa aturan sopan santun yang biasa dipergunakan oleh Suku Sasak antara lain:
·       Side (dibaca seperti kata ide) atau epe (dibaca seperti kata tempe), artinya kamu. Kata ini dipakai untuk memanggil orang lain yang lebih tua atau seumur.
·     Ante (dibaca seperti kata tante atau di’, artinya kamu, kata ini dipergunakan untuk memanggil adik atau sepupu bapak atau ibunya yang lebih muda dari orangtuanya.
·    Jika ada orangtua atau orang yang lebih tua sedang duduk, baik anggota keluarga maupun rang lain, orang Sasak yang lebih muda dilarang berdiri. Anak yang berdiri dideket orangtua yang sedang duduk dikatakan kasoan dan dianggap bejigar atau tidak sopan.
·    Orang sasak dilarang memakai tangan untuk menunjuk sesuatu karena dianggap tidak pantas
·   Anak yang lebih muda harus menggunakan bahasa yang halus jika berbicara atau menunjukkan sesuatu kepada orang yang lebih tua
·       Bila ingin bertamu ke rumah orang, maka harus berucap salam terlebih dahulu.
    b)  Pengaruh terhadap aturan pembagian warisan. Sistem patriarki yang dianut dalam kebudayaan Sasak, secara kekerabatan juga menempatkan laki-laki pada posisi yang lebih dalam pembagian warisan. Anak laki-laki mendapatkan dua kali jatah anak perempuan.
     c)   Pengaruh terhadap adat pernikahan Sasak (merariq). Adat merariq mewajibkan laki-laki untuk “mencuri” perempuan yang akan dijadikan isterinya. Dalam kondisi ini ketika perempuan tersebut sudah menjadi bagian di keluarga, maka posisinya sangat lemah. Perempuan harus “tunduk” kepada laki-laki (tidak boleh protes) dalam kehidupan keluarga dan kekerabatan, termasuk ketika ingin dimadu (poligami).
    d) Pengaruh terhadap meriahnya momen-momen budaya dan agama. Sistem kurenan dan sorohan hingga kini masih dijaga erat oleh keluarga Sasak. Sebagai contoh adalah ketika salah satu keluarga dan kerabat mereka mengadakan upacara adat seperti pernikahan, khitanan, saat hari raya, pengajian, atau selamatan akan berangkat haji, maka hampir seluruh keluarga dan kerabat akan berkumpul dirumah orangtua mereka atau anak yang paling tua (jika rang tua sudah meninggal) dan mereka memberikan sumbangan semampunya berupa uang atau hasil kebun (kelapa, beras, atau sayur mayur)
     e)  Pengaruh terhadap rasa persaudaraan antar keluarga dan kerabat. Apabila bertemu dengan orang baru, orang Sasak biasanya akan bertanya asal kampung orang tersebut. Jika sudah diketahui, maka orang sasak akan menyebut salah seorang keluarga atau kerabatnya yang kebetulan tinggal dikampung orang tersebut. Apabila orang tersebut mengenalnya, maka orang Sasak akan menanyakan ada hubungan keluarga dan kerabata atau tidak. Jika ada hubungan, maka selanjutnya mereka akan bercerita dengan akrab dalam suasana kekeluargaan. Hal ini biasanya akan diteruskan dengan mengundang orang yang baru dikenal tersebut jika ada upacara adat. Kondisi ini akan melahirkan rasa persaudaraan anatar keluarga dan kerabat. Akan tetapi jika tidak terdapat hubungan keluarga dan kerabat, orang Sasak sangat rentan dengan konflik akibat hal yang sepele, misalkan ada anak muda yang kebut-kebutan motor. Satu hal yang menarik, jika ada orang Sasak sedang menyelenggarakan upacara lingkaran hidup, seperti perkawinan atau sunatan, maka nasi dan sayur yang akan dihidangkan untuk para tamu dimasak oleh kerabat mereka secara tradisional. Hal ini masih dipraktekkan meskipun dikota provinsi, kabupaten, kecamatan, apalagi desa. Hal ini tidak berlaku keluarga yang melangsungkan pernikahan di gedung.

Analisis :

Hukum Adat adalah seluruh peraturan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan dengan penuh wibawa yang dalam pelaksanaannya "diterapkan begitu saja", artinya tanpa adanya keseluruhan peraturan yang dalam kelahirannya dinyatakan mengikat sama sekali. Hukum adat sudah ada sejak zaman dahulu dan masih diterapkan oleh beberapa suku sampai saat ini. Hukum adat tiap daerah maupun tiap negara berbeda - beda, tergantung dari peraturan yang ditetapkan suatu daerah atau negara tersebut sejak dulu. Hukum adat sendiri memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan masyarakat tertentu, baik pengaruh sosial atau pun pengaruh kebudayaan lainnya. Seperti hal nya dengan hukum adat "Suku Sasak" yang telah dibahas dalam artikel diatas, suku sasak memiliki hukum adat yang begitu unik dan masih kental di dalam masyarakat.  

Daftar Pustaka

Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat (Dulu, Kini dan Akan Datang). Penerbit Pelita Pustaka : Jakarta.
ahmad amin dkk, 1978. Adat istiadat daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Depdikbud RI.
John Ryan Bartolomew, 2001. Alif Lam Mim Kearifan Masyarakat Sasak. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar